Sinapu
Online_ Keadaan matahari di pagi hari,
terbit berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru
Dari Ubay bin Ka’ab
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى
أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ
صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ
يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا.
“Malam
itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan
Ramadhan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna
putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru.” (HR. Muslim no. 762)
Kedaan
malam tidak panas, tidak juga dingin, matahari di pagi harinya tidak begitu
cerah nampak kemerah-merahan
Dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ
سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ
حَمْرَاء
“Lailatul
qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga
tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan
nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman,
lihat Jaami’ul Ahadits 18: 361. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 5475)
Namun tanda tersebut tak
perlu dicari-cari. Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah berkata,
وَقَدْ وَرَدَ لِلَيْلَةِ
الْقَدْرِ عَلَامَاتٌ أَكْثَرُهَا لَا تَظْهَرُ إِلَّا بَعْدَ أَنْ تَمْضِي
“Ada
beberapa dalil yang membicarakan mengenai tanda-tanda lailatul qadar. Namun itu
semua tidaklah nampak kecuali setelah malam tersebut berlalu.” (Fath Al-Bari,
4: 260)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak mencari-cari tanda. Yang dilakukan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah memperbanyak ibadah saja di
akhir-akhir Ramadhan,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ
-أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ,
وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau bersungguh-sungguh
dalam ibadah (dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam
tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” (HR.
Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174)