Pertanyaan :
Bagaimana Bentuk
Perlindungan untuk Konsumen Rokok?
Di
manakah letak perlindungan untuk konsumen apabila produk itu (rokok)
nyata-nyata membahayakan bagi konsumen itu sendiri? Bagaimana wujud
perlindungan tersebut?
Jawaban :
Hukum
perlindungan konsumen di Indonesia saat ini secara umum didasarkan pada UU No.
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”). Khusus mengenai
perlindungan bagi pengguna rokok dapat kita temui pengaturannya dalam PP No. 19
Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (“PP 18/2003”).
Dalam
bagian menimbang PP 18/2003 disebutkan bahwa rokok merupakan salah satu zat
adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan
masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya pengamanan. Salah
satu upaya pemerintah adalah dengan menerbitkan PP 18/2003 ini.
Pemerintah telah menentukan bahwa penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan ini dilaksanakan dengan beberapa pengaturan berikut (Pasal 3 PP 18/2003):
a. kandungan kadar nikotin dan tar;
b. persyaratan produksi dan penjualan rokok;
c. persyaratan iklan dan promosi rokok;
d. penetapan kawasan tanpa rokok.
Lebih jauh untuk
melaksanakan PP 18/2003 ini diterbitkan beberapa peraturan teknis sebagai
berikut:
1.
Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 62/MPP/KEP/2/2004 Tahun 2004 tentang
Pedoman Cara Uji Kandungan Kadar Nikotin dan Tar Rokok.
2.
Keputusan
Kepala BPOM No. HK.00.05.3.1.3322 Tahun 2004 tentang Tata Laksana Produk Rokok
yang Beredar dan Iklan; dan
3.
Peraturan
Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188/MENKES/PB/I/2011; 7
Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.
Jadi,
jika yang Anda tanyakan adalah wujud dari perlindungan bagi pengguna atau
konsumen rokok, pemerintah telah menetapkan batasan-batasan yang antara lain
adalah:
1. Setiap
orang yang memproduksi rokok wajib memiliki izin di bidang perindustrian (Pasal
10 PP 18/2003). Sehingga tidak semua orang bisa memproduksi rokok untuk
dikonsumsi masyarakat luas.
2.
Setiap
orang yang memproduksi rokok dilarang menggunakan bahan tambahan dalam proses
produksi yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan (Pasal 11 ayat [1] PP
18/2003).
3. Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pertanian berkewajiban menggerakkan, mendorong
dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan produk
tanaman tembakau dengan risiko kesehatan seminimal mungkin (Pasal 12 PP
18/2003).
4. Menteri
yang bertanggung jawab di bidang perindustrian berkewajiban menggerakkan,
mendorong dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses produksi
rokok untuk menghasilkan produk rokok dengan risiko kesehatan seminimal mungkin
(Pasal 13 PP 18/2003).
5.
Iklan
dan promosi rokok hanya boleh dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi
rokok dan/atau yang memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia (Pasal 16 ayat
[1] PP 18/2003).
6.
Dalam
setiap iklan rokok harus dicantumkan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan
yakni “merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan
gangguan kehamilan dan janin” (Pasal 18 jo Pasal 8 ayat [2] PP 18/2003). Lebih
jauh simak artikel Langkah Hukum Jika Terjadi Pelanggaran Iklan Rokok.
7. Setiap
orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib
mencantumkan peringatan kesehatan (Pasal 114 UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan).
Dalam
penjelasan pasal ini disebutkan bahwa peringatan kesehatan adalah berupa
tulisan dan dapat disertai gambar.
Pasal
ini pernah diuji materiil ke Mahkamah Konstitusi oleh Nurtanto Wisnu Brata
beserta sebelas rekannya yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau
Indonesia (APTI) DPD Jawa Tengah.
Dalam
putusannya, MK mewajibkan produsen dan importir rokok di Indonesia mencantumkan
peringatan kesehatan dalam bentuk gambar, selain bentuk tulisan yang berlaku
selama ini. Lebih jauh simak artikel Produsen Rokok Harus Cantumkan Gambar
Peringatan.
Ketentuan-ketentuan
tersebut adalah contoh wujud perlindungan bagi pengguna atau konsumen rokok
secara khusus dan bagi masyarakat secara umum.
Pada
sisi lain, meskipun telah terdapat bermacam regulasi berkaitan dengan rokok,
namun hak masyarakat atas informasi bahaya rokok dinilai belum benar-benar
terpenuhi.
Dalam
artikel Hak Masyarakat atas Informasi Bahaya Rokok Belum Terjamin misalnya,
Arini Setiawati dari Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, mencontohkan
satu informasi yang kurang disosialisasikan kepada masyarakat, yaitu tentang
asap tembakau yang mengandung kurang
lebih dari 4000 zat kimia.
Di
luar itu, lanjut Arini, masyarakat juga belum diberikan pemahaman yang cukup
tentang ancaman penyakit di balik kegiatan merokok, yaitu setidaknya ada
sembilan jenis penyakit kanker, tiga penyakit jantung serta pembuluh darah, dan
tiga penyakit paru-paru yang dapat disebabkan rokok.
Pemerintah
dapat memperingati dan memberikan batasan-batasan untuk melindungi pengguna
rokok maupun masyarakat di antaranya seperti yang telah disebutkan di atas dan
dengan menetapkan kawasan tanpa rokok seperti yang dilakukan oleh Pemerintah
DKI Jakarta dengan mengeluarkan Pergub DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang
Kawasan Dilarang Merokoksebagaimana telah diubah dengan Pergub DKI Jakarta No.
88 Tahun 2010.
Lebih
jauh simak artikel Sanksi Pidana Bagi Pelanggar Kawasan Dilarang Merokok.
Jadi,
perlindungan bagi pengguna atau konsumen rokok memang telah diberikan oleh
pemerintah sebagaimana telah diuraikan di atas. Tetapi, mengenai kesadaran
bahwa rokok akan berisiko bagi kesehatan pribadi konsumen rokok ada pada
masing-masing individu.
Demikian
sepanjang yang kami ketahui.
Sumber:
www.hukumonline.com