Sinapuonline - Pemberian nama pada hari lahir
bayi tersebut. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وُلِدَ لِيَ اللَّيلَةَ غُلَامٌ فَسَمَّيْتُهُ بِاسْم
أبِي إِبْرَاهِيمَ
“Pada
suatu malam, aku dianugrahi seorang bayi dan aku namai ia dengan nama ayahku,
yakni Ibrahim.” (HR. Muslim)
Pemberian nama pada hari ke tujuh dari hari
kelahiran. Hadits yang paling shahih tentang hal ini adalah hadits Samurah bin
Jundub radhiallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
كلُّ غُلَامٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذبَحُ عَنهُ
يَومَ سَابِعِهِ وَ يُحلَقُ رَأْسُهُ وَ يُسَمَّى
“Setiap
bayi tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, dicukur
rambutnya dan diberi nama pada hari itu juga.” (HR. Abu Daud, An Nasai, Ibnu
Majah, Ahmad. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Syaikh Abu Abdillah Ahmad bin Ahmad
mengatakan bahwa perbedaan yang terjadi dalam hal ini hanyalah perbedaan yang
menunjukkan keragaman, artinya dalam hal ini tidak ada pembatasan.
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.
Cara lain adalah sebagaimana pendapat yang
dinyatakan oleh Imam Bukhari rahimahullah untuk menggabungkan dua hadits ini,
yaitu bahwa bagi yang tidak melakukan aqiqah
maka ia boleh menamai bayinya pada hari kelahirannya dan apabila ia ingin
melakukan aqiqah, maka pemberian nama boleh ditunda hingga hari ke tujuh.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Ini adalah
cara penggabungan makna yang sangat teliti dan belum ada yang berpendapat
seperti ini selain al-Bukhari rahimahullah.”
Pendapat lain menyatakan bahwa waktu
pemberian nama ada dua: (1) Waktu yang disunnahkan, yaitu pada hari ke tujuh,
(2) Waktu yang dibolehkan, yaitu sejak hari pertama sampai satu hari setelah
hari ke tujuh.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Pada
hakekatnya pemberian nama berfungsi untuk menunjukkan identitas penyandang
nama, karena jika ia didapati tanpa nama berarti ia tidak memiliki identitas
yang dengannya ia bisa dikenali.
Oleh karena itu, identitasnya boleh diberikan
pada hari kelahirannya, boleh juga ditunda hingga hari ketiga atau pada hari
aqiqahnya, boleh juga sesudah hari aqiqahnya. Jadi, waktu pemberian nama tidak
memiliki batasan.
Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin
rahimahullah berkata, “Adapun mengenai pemberian nama terhadap bayi, jika nama
tersebut sudah dipersiapkan sebelum ia lahir, maka nama tersebut diberikan
setelah bayi itu lahir.
Sebab pada suatu hari, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam masuk ke rumah istrinya dan bersabda,
وُلِدَ لِيَ اللَّيلَةَ غُلَامٌ فَسَمَّيْتُهُ بِاسْم
أبِي إِبْرَاهِيمَ
“Pada
suatu malam, aku dianugrahi seorang bayi dan aku namai ia dengan nama ayahku,
yakni Ibrahim.” (HR. Muslim)
Adapun apabila belum ada persiapan nama
sebelum bayi itu lahir, maka disunnahkan untuk memberinya nama pada hari
ketujuh. Sebab pada hari itu hewan aqiqahnya disembelih dan dicukur rambutnya.”
Wallahu a’lam.
Sumber: https://muslimah.or.id