Sinapu
Online_ Di samping tidak memiliki landasan dalil, dalam halal bi halal juga
sering didapati beberapa pelanggaran syariat, di antaranya ;
1. Mengakhirkan
permintaan maaf hingga datangnya Idul Fithri.
Ketika
melakukan kesalahan atau kezhaliman pada orang lain, sebagian orang menunggu
Idul Fithri untuk meminta maaf, seperti disebutkan dalam ungkapan yang terkenal
‘urusan maaf memaafkan adalah urusan hari lebaran’. Dan jadilah “mohon maaf
lahir dan batin” ucapa yang “wajib”. pada hari raya Idul Fithri. Padahal belum
tentu kita akan hidup sampai Idul Fithri dan kita diperintahkan untuk segera
menghalalkan kezhaliman yang kita lakukan,
sebagaimana keterangan
hadits berikut
عن أَبِي هُرَيْرَةَ رضي
اللَّه عنه أَنَّ رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم قال : مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ
لأَِخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا؟ فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِيْنَارٌ وَلا درهَمٌ
مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤخَذَ لأَِخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ
أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِ حَتْ عَلَيْهِ
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda
:
Barangsiapa melakukan kezhaliman kepada saudaranya, hendaklah meminta
dihalalkan (dimaafkan) darinya ; karena di sana (akhirat) tidak ada lagi
perhitungan dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diberikan kepada saudaranya,
dan jika ia tidak punya kebaikan lagi, maka keburukan saudaranya itu akan diambil
dan diberikan kepadanya. [HR al-Bukhari no. 6169]
2.
Ikhtilath
(campur baur lawan jenis) yang bisa membawa ke maksiat yang lain, seperti
pandangan haram dan zina. Karenanya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarangnya, seperti dalam hadits Abu Usaid berikut.
عن أَبِى أُسَيْدٍ اْلأَنْصَارِىِّ
رضي اللَّه عنه أَنَّهُ سَمِعَ رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم يَقُولُ وَهُوَخَارِخٌ
مِنَ الْمَسْجِدِ فَا خْتَلَطَ الرِّجَالُ مَعَ النِّسَاءِ فِى الطَّرِيقِ فَقَالَ
رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم لِانِّسَاءِ اسْتَأخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ
أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيْقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَاتِ الطَّرِيْقِ، فَكَانَتِ الْمَرْاَةُ
تَلتَصِقُ بِالجِدَارِ حَتَى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَابِهِ
Dari
Abu Usaid al-ِAnshari Radhiyallahu ‘anhu ia mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata saat keluar dari masjid dan kaum pria bercampur-baur
dengan kaum wanita di jalan. Maka beliau mengatakan kepada para wanita :
“Mundurlah kalian, kalian tidak berhak berjalan di tengah jalan, berjalanlah di
pinggirnya”.
Maka
para wanita melekat ke dinding, sehingga baju mereka menempel di dinding,
lantaran begitu mepetnya baju mereka dengan dinding” [HR Abu Dawud no. 5272,
dihukumi hasan oleh al-Albani]
3.
Berjabat
tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram. Maksiat ini banyak diremehkan oleh
banyak orang dalam cara halal bihalal atau kehidupan sehari-hari,
padahal
keharamannya telah dijelaskan dalam hadist berikut.
عن مَعْقِل بن يَسَارِ رضي
اللَّه عنه يَقُولُ : قال رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم : لأَنْ يُطْعَنَ فِي رأْسِ
أَحَدِ كُْم بِمِخْيَطِ مِنْ حَد ِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَ أَةً تَحِلُّ
لَهُ
Dari
Ma’qil bin Yasar Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda : “Sungguh jika seorang di antara kalian ditusuk kepalanya
dengan jarum dan besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang
tidak halal baginya”. [HR ath-Thabrani, dihukumi shahih oleh al-Albani]
Syaikh
al-Albani rahimahullah berkata :
“Ancaman keras bagi orang yang menyentuh
wanita yang tidak halal baginya yang terkandung dalam hadits ini menunjukkan
haramnya menjabat tangan wanita (yang bukan mahram, ed) karena tidak diragukan
lagi bahwa berjabat tangan termasuk menyentuh. Banyak umat Islam yang jatuh
dalam kesalahan ini, bahkan sebagian ulama”