Pertanyaan :
Menikah Karena Paksaan
Orang Tua
Saya
baru menikah 3 bulan yang lalu. Saat ini saya hendak menceraikan suami saya
karena pernikahan saya terjadi karena paksaan dari orang tua. Mohon bantuannya,
apa saja yang harus saya siapkan? Karena suami saya bekerja di luar negeri,
apakah prosesnya akan memakan waktu yang lama? Thanks, Sazya.
Jawaban :
Dalam
Pasal 6 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) diatur
mengenai syarat dilangsungkannya perkawinan yang salah satunya adalah bahwa
perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
Lebih lanjut, di dalam
penjelasan Pasal 6 UU Perkawinan diuraikan sebagai berikut:
“Oleh
karena perkawinan mempunyai maksud agar suami dan isteri dapat membentuk
keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula dengan hak azasi manusia, maka
perkawinan harus disetujui oleh kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan
tersebut, tanpa ada paksaan dari pihak manapun.”
Terhadap
suatu perkawinan yang tidak memenuhi syarat perkawinan tersebut, maka terhadap
perkawinan tersebut dapat diajukan pembatalannya (lihat Pasal 22 UU
Perkawinan).
Karena
itu, perkawinan yang dilakukan tidak atas persetujuan kedua calon mempelai
(tapi atas dasar paksaan), maka terhadap perkawinan tersebut dapat diajukan
pembatalannya. Istri adalah salah satu pihak yang dapat mengajukan pembatalan
perkawinan (lihat Pasal 23 huruf a UU Perkawinan)
Istri
dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dengan mengajukan permohonan
kepada Pengadilan dalam daerah hukum di mana perkawinan dilangsungkan atau di
tempat tinggal kedua suami isteri, suami atau isteri (lihat Pasal 25 UU
Perkawinan).
Tata
cara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan ini dilakukan sesuai dengan
tata cara pengajuan gugatan perceraian.
Adapun
yang harus disiapkan untuk mengajukan gugatan cerai atau permohonan pembatalan
perkawinan adalah:
· surat gugatan/surat permohonan;
· akta perkawinan;
· bukti identitas penggugat dan tergugat
(KTP dan/atau passport);
· surat kuasa (apabila menggunakan
kuasa); dan
· bukti-bukti yang mendukung alasan
gugatan atau permohonan.
Dalam
hal tergugat (dalam hal ini suami) bertempat kediaman di luar negeri, maka
gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat kediaman
penggugat.
Kemudian,
Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui
Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Sedangkan,
apabila Anda beragama Islam, gugatan cerai diajukan ke Pengadilan Agama yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat (pemohon). Lebih jauh simak
artikel Klinik Hukumonline berjudul Bagaimana Mengurus Perceraian Tanpa
Advokat.
Karena
tergugat bertempat kediaman di luar negeri, sidang pemeriksaan gugatan
perceraian atau pembatalan perkawinan akan ditetapkan sekurang-kurangnya 6
(enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian/permohonan permbatalan
perkawinan pada Kepaniteraan Pengadilan.
Dalam
hal perkawinan dilakukan di bawah ancaman yang melanggar hukum, maka permohonan
pembatalan perkawinan hanya dapat diajukan oleh suami atau isteri dalam jangka
waktu 6 (enam) bulan. Jika suami atau isteri tidak menggunakan haknya untuk
mengajukan permohonan pembatalan dalam jangka waktu tersebut, maka haknya
gugur. Demikian diatur dalam Pasal 27 ayat (1) jo ayat (3) UU Perkawinan.
Semoga
dengan informasi-informasi yang telah kami sampaikan di atas, Anda dapat
mengambil keputusan yang baik dan bijak.
Demikian
jawaban dari kami, semoga dipahami.