Pertanyaan
:
Pertanggungjawaban
Pidana Terhadap Orang yang Mengambil Barang Orang Lain dengan Cara Hipnotis
Saya
melihat keganjilan proses selama ini yang memasukkan tindakan tersebut ke dalam
delik penipuan karena interpretasi saya terhadap penipuan adalah suatu kondisi
di mana korban harus kedalam keadaan sadar.
Hal
ini sesuai dengan unsur-unsur yang saya lihat dari pasal 378 KUHP yang
memasukkan unsur pembujukan dengan cara tipu-muslihat, rangkaian kebohongan,
nama palsu atau perikeadaan palsu.
Dan
menurut saya pembujukan hanya bisa dilakukan dalam keadaan obyeknya harus
berada dalam keadaan sadar karena orang yang bisa dibohongi atau ditipu
bukanlah orang yang sementara kehilangan kesadaran.
Saya
meminta tanggapan, apakah saya tidak salah dalam menilai hal ini? Atas
bantuannya, saya ucapkan banyak terima kasih.
Jawaban :
Hipnotis,
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (“KBBI”) edisi III adalah:
“membuat
atau menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis; berkenaan dengan
hipnosis”
Sedangkan
untuk hipnosis, menurut KBBI edisi III adalah:
“keadaan
seperti tidur karena sugesti, yang pada taraf permulaan orang itu berada di
bawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya
menjadi tidak sadar sama sekali”
Adapun
konteks pertanyaan Anda adalah hipnotis yang digunakan untuk melakukan
kejahatan, dalam hal ini mengambil barang orang lain tanpa hak. Mengenai hal
tersebut secara umum ada beberapa pendapat yang berbeda.
Salah
satunya dari Dr. Mudzakkir, S.H., M.H., dosen hukum acara pidana UII. Menurut
Mudzakkir, kejahatan yang menggunakan hipnotis tidak bisa dijerat dengan delik
penipuan dalam KUHP.
Pasalnya,
menurut Mudzakkir, untuk delik penipuan, korbannya memang harus dalam keadaan
sadar. Sadar di sini maksudnya sadar mengenai apa yang diinginkan oleh pelaku
agar dilakukan/tidak dilakukan oleh korban tersebut. Sementara dalam hipnotis,
korbannya dibuat dalam keadaan tidak sadar.
Menurut
Mudzakkir, untuk kejahatan yang menggunakan hipnotis lebih tepat bila dikenakan
delik membuat sakit orang, yaitu penganiayaan ringan. Penganiayaan menurut
pasal 352 ayat (1) KUHP adalah:
“penganiayaan
yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau
pekerjaan. Delik ini diancam hukuman tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp. 4500.”
Sementara
pendapat lainnya menyatakan bahwa tindakan kejahatan dengan hipnotis tersebut
dapat dikenakan delik penipuan. Hal ini karena tindakan hipnotis tersebut
dimaksudkan untuk mengambil keuntungan dari korban, dengan menggunakan tindakan
yang menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu.
Penipuan diatur dalam
pasal 378 KUHP:
“Barangsiapa dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu-muslihat, ataupun
rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena
penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Dari pasal tersebut,
dapat kita simpulkan bahwa beberapa unsur penting dalam delik penipuan adalah:
1.
dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Di sini
unsurnya adalah kesengajaan. Si pelaku menyadari/menghendaki suatu keuntungan
untuk diri sendiri/orang lain. Ia juga menyadari tindakannya yang berupa
menggerakkan tersebut.
2.
dengan
nama palsu atau martabat palsu atau tipu muslihat atau rangkaian kebohongan.
3.
membujuk
orang lain untuk menyerahkan barang atau memberi utang atau menghapuskan
piutang. Yang disebut dengan membujuk adalah tiadanya permintaan dengan
tekanan, walaupun ada sikap ragu-ragu atau penolakan dari korban.
Pendapat
ini diutarakan oleh Arsil, peneliti pada Lembaga Kajian dan Advokasi untuk
Independensi Peradilan (LeIP). Menurut Arsil, pada tindakan hipnotis tujuannya
adalah untuk menggerakkan orang lain agar menyerahkan sesuatu barang, untuk
menguntungkan diri sendiri.
Menggerakkannya
dilakukan dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan, yang membuat
korbannya melakukan sesuatu. Jadi, unsur tujuan dan unsur cara dalam hal ini
memenuhi untuk dikategorikan sebagai delik penipuan, sehingga hipnotis tersebut
dapat dijerat dengan pasal mengenai penipuan.
Kami
sendiri lebih cenderung pada pendapat kedua, yaitu bahwa kejahatan dengan
hipnotis bisa dijerat dengan delik
penipuan. Apabila hanya menggunakan delik membuat sakit orang, maka tindakannya
yang mengambil keuntungan dari korbannya tidak tercakup dalam delik tersebut.
Oleh
karena itu, kami sendiri lebih cenderung bahwa delik penipuan bisa dikenakan
pada kejahatan dengan menghipnotis korbannya.
Semoga
bermanfaat.