Hari Raya Dalam Islam
Harus Berlandaskan Dalil (Tauqifi)
Sinapu
Online_ Hukum asal dalam masalah ibadah adalah bahwa semua ibadah haram
(dilakukan) sampai ada dalilnya. Sedangkan dalam bab adat dan muamalah, segala
perkara adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya.
Perayaan
hari raya (‘id) sebenarnya lebih dekat kepada bab muamalah. Akan tetapi,
masalah ‘id adalah pengecualian, dan dalil-dalil yang ada menunjukkan bahwa ‘id
adalah tauqifi (harus berlandaskan dalil). Hal ini karena ‘id tidak hanya adat,
tapi juga memiliki sisi ibadah.
Imam asy-Syathibi
rahimahullah mengatakan.
وَإِنَّ الْعَادِيَّاتِ مِنْ
حَيْثُ هِيَ عَادِيَّةٌ لاَ بِدْ عَةَ فِيْهَا، وَ مِنْ حَيْثُ يُتعبَّدُ بِهَا أَوْ
تُوْ ضَعُ وَضْعَ التَّعَبَّدِ تَدْ خُلُهَا الْبِدَ عَةُ
Sesungguhnya
adat-istiadat dari sisi ia sebagai adat, tidak ada bid’ah di dalamnya. Tapi
dari sisi ia dijadikan/diposisikan sebagai ibadah, bisa ada bid’ah di dalamnya.
Sifat taufiqi dalam
perayaan ‘id memiliki dua sisi :
1.
Tauqifi
dari sisi landasan penyelenggaraan, sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
membatasi hanya ada dua hari raya dalam sau tahun, dan hal ini berdasarkan
wahyu.
عن أَنَسِ بْنَ مَالِكِ رضي
اللَّه عنه قال : قَدِمَ سَمِعَ رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم الْمَدِينَةَ وَلَهُم
يَومَانِ يَلعَبُونَ فيهِمَا، فَقَالَ رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم : مَا هَذَانِ
الْيَوْمَانِ؟، قالُوا : كُنَّا نَلْعَبُ فِيْهِمَا فِي الجَاهِلِيَّةِ، قال: إِنَّ
اللَّهَ عَزَّوَجَلَّ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا : يَوْمَ الْفِطْرِ
وَيَوْمَ النَّحْرِ
Anas
bin Malik Radhiyallahu anhu berkata : (Saat) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam datang ke Madinah dan penduduknya memiliki dua hari di mana mereka
bermain di dalamnya. Maka beliau bertanya : Apakah dua hari ini? Mereka
menjawab : Dahulu kami biasa bermain di dua hari ini semasa jahiliyah. Beliau
pun bersabda : Sungguh Allah telah menggantinya dengan dua hari yang lebih
baik, yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha. [HR Abu Dawud no. 1134 dihukumi shahih
oleh Al-Albani.
Maka,
sebagai bentuk pengamalan dari hadits ini, pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan generasi awal umat Islam tidak dikenal ada perayaan apapun selain
dua hari raya ini , berbeda dengan umat Islam zaman ini yang memiliki banyak
sekali hari libur dan perayaan yang tidak memiliki landasan syar’i.
2.
Tauqifi
dari sisi tata cara pelaksanaannya, karena dalam Islam, hari raya bukanlah
sekedar adat, tapi juga ibadah yang sudah diatur tata cara pelaksanaannya.
Setiap
ibadah yang dilakukan di hari raya berupa shalat, takbir, zakat, menyembelih
dan haramnya berpuasa telah diatur. Bahkan hal-hal yang dilakukan di hari raya
berupa keleluasaan dalam makan-minum, berpakaian, bermain-main dan bergembira
juga tetap dibatasi oleh aturan-aturan syariat.