Asslamuallaikum Wr .Wb saudaraku.
Nafsu,
adalah musuh yang terbesar yang sangat sulit kita hadapi, dia terus menyerang
keimanan kita.
Berikut saya ulas untuk
menghadapi nafsu sesat,sbb:
1. Menyadari bahwa nafsu adalah dinding pagar yang mengitari
jahannam.
Barang
siapa yang terseeret ke dalam nafsu, berarti dia terseret ke dalam neraka.
Sabda
nabi,
“Surga dikelilingi dengan hal-hal yang tidak
disukai dan neraka itu dikelilingi dengan berbagai syahwat.”
Orang
yang mengikuti nafsu dikhawatirkan akan lepas dari iman, sementara dia tidak
menyadarinya. Mengikuti nafsu bias menutup pintu taufik bagi manusia dan
membuka pintu penyesalan.
Fudhail
bin ‘Iyadh berkatam “Barangsiapa yang mengikuti nafsu dan menuruti syahwatnya
maka terputuslah tali taufik dari dirinya.”
2. Memanjakan nafsu
berarti merusak akal dan fikirannya dan itu berarti mengkhianati Allah dalam
hal penggunaana akal.
Mengikuti
nafsu membuat hamba tidak bias bangkit untuk mencapai syurga bersama-sama
dengan orang yang berhasil mendapatkannya.
Muhammad
bin Abdul Warad berkata, “Sesungguhnya Allah mempunyai satu hari, siapa yang
tunduk kepada nafsunya tidak akan bisa selamat dari siksaan-Nya. Di antara
orang-orang yang jatuh dan tidak bisa bangkit pada hari kiamat ialah orang yang
tunduk kepada nafsunya.”
3. Menyadari bahwa
dengan menentang nafsu akan menghasilkan kekuatan tubuh, hati dan lidah
manusia.
Orang
salaf berkata, “Orangyang mampu mengalahkan hawa nafsunya lebih kuat daripada
orang yang mampu menaklukkan sebuah kota sendirian.” Orang yang paling ksatria
adalah yang paling keras menentang hawa nafsunya.
Muawiyah
berkata, “Sifat ksatria ialah yang meninggalkan syahwat dan menentang hawa
nafsu. Mengikuti hawa nafsu berarti mengurangi sifat ksatria.” Memerangi nafsu
lebih hebat dan lebih berat daripada memerangi orang-orang kafir.
Menentang
nafsu bisa menyelamatkan penyakit hati dan badan sedangkan mengikutinya akan
mendatangkan penyakit hati dan badan.
Semua
penyakit hati berasal dari mengikuti nafsu. Jika kita meneliti berbagai
penyakit badan maka sebagian beasr berasal dari memperturutkan hawa nafsu.
4. Menyadari bahwa
tidak ada satupun hari yang berlalu melainkan nafsu dan akan saling bergelut di
dalam diri orang yang besangkutan.
Mana
yang dapat mengalahkan rivalnya, maka dia akan mengusirnya dan menguasainya.
Abu Darda r.a. berkata, “Jika pada diri
seseorang berkumpul nafsu dan amal, lalu amalnya mengikuti nafsunya, maka hari
yang dilaluinya adalah hari yang buruk. Jika nafsunya mengikuti amalnya, maka
harinya adalah hari yang baik.”
5. Menyadari bahwa dia
diciptakan bukan untuk kepentingan nafsu, tetapi untuk sesuatu urusan yang
besar yang tidak bias dicapai kecuali dengan menentangnya.
Tidak
boleh baginya memilih bahwa hewan lebih baik daripada dirinya. Dengan tabiatnya
saja hewan bias membedakan mana yang membahayakan dan mana yang menyelamatkan,
lalu ia memilih yang bermanfaat baginya dan meninggalkan yang berbahaya.
Manusia
diberi akal dalam masalah ini. Jika dia tidak bias membedakan mana yang dapat
membahayakan dan mana yang bermanfaat baginya, atau mengetahui tapi justru
memlih yang berbahaya, berarti keadaan hewan lebih baik dari keadaannya.
Sesungguhnya
Allah menjadikan kesalahan dan mengikuti nafsu sebagai dua hal yang
berdampingan dan menjadikan kebenaran dan menentang nafsu sebagai dua hal yang
berdampingan sebagaimana dikatakan oleh sebagian salaf,
“jika ada masalah yang
rumit engkau pecahkan, engkau tidak tahu mana yang
benar, maka tinggalkanlah yang lebih dekat kepada nafsumu, karena sesuatu yang
dekat dengan kesalahan ialah yang mengikuti hawa nafsu.”
6. Memiliki hasrat yang
kuat untuk melawan hawa nafsunya sehingga timbul kecemburuan yang amat sangat
terhadap dirinya sendiri jika melakukan kemaksiatan.
Membalutnya
dengan kesabaran dalam menghadapi kepahitan yang akan dihadapi ketika melawan
hawa nafsunya sendiri.
Membekalinya
dengan kekuatan jiwa yang bisa mendorongnya untuk mereguk kesabaran itu, sebab
semua bentuk keberanian merupakan kesabaran sekalipun hanya sesaat dan
sebaik-baik hidup adalah jika seseorang mengetahui hidup itu dengan
kesabarannya.
7. Melibatkan hati
dalam mempertimbangkan akibat nafsu, sehingga dia bisa mengetahui seberapa
banyak nafsu itu meloloskan ketaatan dan berapa banyak nafsu itu mendatangkan
kehinaan.
Berapa
banyak satu suapan yang menghalangi beberapa suapan. Berapa banyak sedikit
kenikmatan yang menghilangkan beberapa kenikmatan.
Berapa
banyak sedikit syahwat yang menghancurkan kehormatan, menundukkan kepala,
menciptakan kenangan yang buruk, mengakibatkan celaan dan aib yang tidak bisa
dicuci dengan air sementara mata orang yang menuruti hawa nafsu adalah mata
orang yang buta.
8. Memikirkan apa yang
dituntut oleh jiwanya, lalu berkata kepada akal dan agamanya, yang nantinya
akan mengabarkan bahwa apa yang dituntut itu tidak ada artinya apa-apa.
Abdullan
bin Mas’ud berkata,
“Jika salah seorang
diantara kalian tertarik kepada seorang wanita, maka hendaklah dia
mengingat-ingat keburukannya.”
Mempertimbangkan
kelanjutan yang baik dan kesembuhan yang terjadi di kemudian hari dan
sebaliknya mempertimbangkan penderitaan yang semakin menjadi-jadi sebagai
akibat menuruti kenikmatan hawa nafsu yang semu.
9. Menghinakan diri
sendiri ketika tunduk kepada hawa nafsu, sebab tidaklah seseorang menuruti hawa
nafsunya melainkan pasti akan mendapatkan kehinaan pada dirinya.
Jangan
tertipu kehebatan dan kesombongan orang-orang yang mengikuti nafsunya, padahal
dilihat dari batinnya, mereka adalah orang-orang yang paling hina dina. Orang
seperti itu memadukan antara kesombongan dengan kehinaan.
10. Kebanggan dapat
menundukkan dan menaklukkan musuhnya.
Allah
suka jika hamba-Nya berani menghadapi musuhnya sebagaimana firman-nya,
“Dan mereka tidak menginjak suatu tempat
yang membangkitkan amarah orang-orang kafir dan tidak menimpakan suatu bencana
kepada musuh melainkan dituliskan bagi mereka dengan demikian itu sebagai amal
sholeh.”
(At-Taubah:
120).
Di
antara tanda cinta yang tulus ialah melibas musuh kekasihnya dan
mengalahkannya. Jika kita mencintai Allah maka kewajiban kita untuk mengalahkan
musuh. Allah.
Maroji’:
Rauah Al-Muhibbin wa Nuhzhah Al-Musytaqin, Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah, Darul
Falah 1419 H
Semga
kita dijauhkan dari nafsu yang sesat.amin.
Sumber:
https://yunadha1881.wordpress.com