Berbagai
konflik dalam masyarakat banyak yang timbul ke permukaan bernuansa SARA. Di
bidang ekonomi masih tampak dikuasai oleh segelintir orang (konglomerat),
sehingga belum adanya kesempatan yang sama dalam usaha.
Kondisi
tersebut merupakan salah satu faktor mengapa Indonesia begitu sulit untuk
keluar dari krisis politik, ekonomi, dan sosial. Dengan kondisi yang demikian
berarti bahwa pelaksanaan hak asasi manusia masih banyak terjadi pelanggaran
dilakukan oleh penguasa maupun masyarakat.
Namun
dalam kenyataannya, pelanggaran tersebut cenderung pihak penguasa lebih
dominan.
Sebagai
pemegang kekuasaan penguasa dapat secara leluasa, serta demi untuk memenuhi
kepentingannya, sering kali melakukan dengan cara-cara manipulasi sehingga
mengorbankan hak-hak masyarakat.
Kejahatan-Kejahatan
Perang
Akhir-akhir
ini di dunia internasional maupun di Indonesia, dihadapkan banyak pelanggaran
hak asasi manusia dalam wujud teror. Leiden & Schmit (Bayo Ala, 1985: 79)
mengartikan teror sebagai tindakan berasal dari suatu kekecewaan atau
keputusasaan, biasanya disertai dengan ancaman-ancaman tak berkemanusiaan dan
tak mengenal belas kasihan terhadap kehidupan dan barang-barang dilakukan
dengan cara-cara melanggar hukum.
Teror
dapat dalam bentuk pembunuhan, penculikan, sabotase, subversif, penyebaran,
desas-desus, pelanggaran peraturan hukum, main hakim sendiri, pembajakan, dan
penyanderaan. Teror dapat dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat (oposan).
Teror
sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang kejam (berat), karena
menimbulkan ketakutan sehingga rasa aman sebagai hak asasi setiap orang tidak
lagi dapat dirasakan.
Dalam kondisi ketakutan
maka seseorang atau masyarakat sulit untuk melakukan hak atau kebebasan yang
lain, sehingga akan menimbulkan kesulitan dalam upaya mengembangkan kehidupan
yang lebih maju dan bermartabat.