Pelanggaran
hak asasi manusia sering terjadi di Indonesia, walaupun sudah dijamin secara
konstitusional dan telah dibentuknya lembaga penegakan hak asasi manusia.
Hal
ini disebabkan adanya beberapa faktor.
Faktor-faktor
penyebabnya antara lain:
a. Masih
belum adanya kesepahaman pada tataran konsep hak asasi manusia antara
universalisme dan partikularisme.
b.
Adanya
dikotomi antara individualisme dan kolektivisme.
c.
Kurang
berfungsinya lembaga-lembaga penegakan hukum (polisi, jaksa, dan pengadilan).
d.
Pemahaman
belum merata baik di kalangan sipil maupun militer.
Pasal 29
(1)
Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap suatu masyarakat di mana ia mendapat kemungkinan
untuk mengembangkan pribadinya dengan penuh dan bebas.
Ketika
memasuki era reformasi diharapkan lembagalembaga penegak hukum (polisi, jaksa,
dan pengadilan) yang sebelumnya tampak lebih difungsikan untuk kepentingan
menutupi
berbagai penyelewengan yang dilakukan penguasa agar dapat melanggengkan
kekuasaannya (mempertahankan status quo), daripada fungsinya untuk memberikan
perlindungan hukum dan ketertiban masyarakat serta memperoleh
(2)
Di dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya setiap orang harus
tunduk hanya kepada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang. dengan
maksud semata- mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak bagi
hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat
benar dari kesusilaan, tata tertib umum serta keselamatan umum dalam suatu masyarakat
demokratis.
Lembaga-lembaga
penegak hukum juga lebih nampak difungsikan sebagai transaksi bisnis, siapa
yang tebal kantongnya hampir dapat dipastikan selalu sebagai pihak yang
diuntungkan oleh lembaga penegak hukum.
Dalam
kondisi yang demikian, ada kecenderungan kepercayaan masyarakat terhadap
fungsinya lembaga penegak hukum menurun. Misalnya poling pendapat mengenai kemampuan
hakim bertindak adil dalam memutuskan kasus pelanggaran HAM, yakin: 32,1%;
tidak yakin: 61,2%, dan tidak tahu/tidak menjawab: 6,7% (Kompas, 25 Maret
2002).
Jika
kondisi kurang percaya masyarakat terhadap lembaga penegak hukum semakin
menguat, maka dapat dipastikan masyarakat akan menggunakan cara-cara lain di
luar prosedur hukum dalam mengatasi berbagai masalah konflik/bentuk pelanggaran
hukum. Hal ini tentunya semakin mempersulit upaya penegakan hak asasi manusia.
Sering
terjadinya pelanggaran hak asasi manusia baik di kalangan sipil maupun militer
karena masih ada kalangan mereka yang belum memahami tentang hak asasi manusia.
Dari
kalangan militer sering terlihat tindakan yang tidak proporsional, represif
bahkan nyaris seperti menghadapi musuh dengan menggunakan peluru tajam yang
mematikan ketika berhadapan dengan para demonstran yang sedang menyuarakan
pendapatnya sebagai hak asasi demokrasi.
Mestinya
jika militer mengetahui tindakan para demonstran itu sebagai perwujudan hak
asasi, seharusnya militer menghadapinya secara persuasif, dengan dialog bukan
dengan kekerasan fisik dan senjata.
Upaya
untuk menempatkan militer hanya pada fungsi pertahanan dan Polri pada fungsi
keamanan merupakan bukti bahwa militer sering terjebak pada pelanggaran hak
asasi manusia.
Namun
karena Polri telah lama dididik dengan pola militer, maka masih terlihat dengan
jelas perilaku Polri yang tidak banyak berbeda dengan perilaku militer dalam
menangani masalah-masalah ketertiban masyarakat, yaitu secara represif dan
mengedepankan kekerasan fisik.
Mestinya
perilaku Polri dalam upaya menertibkan masyarakat lebih mengedepankan fungsi
penegakan hukum.
Di
kalangan sipil juga sering dijumpai tindakan yang mencerminkan bahwa sebagian
masyarakat belum memahami kerusuhan sosial yang terjadi selama ini.
Misalnya
dengan melakukan pembakaran pertokoan dan penjarahan serta pemerkosaan massal
terhadap etnis tertentu karena telah termakan isu dari provokator.
Mereka
tidak sadar bahwa perbuatannya digolongkan dalam tindakan pelanggaran hak asasi
manusia yang berat.
Ketidakpahaman
terhadap hak asasi manusia, dapat terlihat ketika mereka tertangkap dan
diinterogasi alasan mereka hanya ikut-ikutan saja. Apabila dilihat dari latar
belakang sosial-ekonomi umumnya mereka dari kalangan marginal.
Di
samping faktor-faktor penyebab pelanggaran hak asasi:
manusia
tersebut di atas, ada faktor lain yang esensial yaitu “kurang
dan tipisnya rasa tanggung jawab” (A. Masyur Effendy, 1997: 33